Selasa, 16 Oktober 2012



Arema...kata yang tak akan pernah lepas dari warga Malang, khususnya pecinta sepak bola
Dahulu, saya memang Aremanita yakni sebutan bagi wanita warga Malang pecinta bola..hehe..
Sepak bola dulu memang selalu menjadi pilihan utama bagi mereka pecinta bola untuk menghibur diri dari rutinitas. Tak hanya itu, sepakbola juga bisa menjadi alat pemersatu. Namun kini kondisinya berbeda, sepak bola Indonesia justru terpecah belah. Induk sepak bola Indonesia atau PSSI punya tandingan yakni KPSI. Saya tak perlu menjelaskan mengapa perpecahan itu terjadi, karena pasti sudah banyak media massa yang menulis tentang hal ini. Sebagai pecinta sepak bola, dulu memang saya suporter. Namun setelah menjadi wartawan, kini meski baru sedikit, saya tahu mengenai 'isi' kebobrokan sistem sepak bola di Indonesia. Bukannya bermaksud meruntuhkan ego saya sebagai seorang suporter, tetapi profesi yang saya jalani saat ini memang menuntut saya untuk netral menyikapi dualisme.

Dualisme yang terjadi di tubuh induk sepak bola Indonesia, ternyata juga berimbas pada sejumlah klub-klub besar, tak terkecuali Arema Indonesia. Ada tim Arema Indonesia yang memilih mengikuti kompetisi Indonesia Super League (ISL) binaan KPSI, di sisi lain ada tim Arema Indonesia yang memilih berkompetisi di Indonesia Premier League (IPL) binaan PSSI.

Saya akan membagi sepenggal dari tulisan mengenai mengapa Arema Indonesia akhirnya terpecah....Tidak bermaksud memihak siapapun, namun tulisan ini berdasarkan hasil sharing saya dengan Abriadi Muhara yang notabennya merupakan mantan bagian dari manajemen Arema ISL yang kini menjadi bagian dari manajemen Arema IPL.

Inilah Kisah Awal Mengapa Arema Terpecah

Kata rekonsiliasi dalam kamus bahasa Indonesia berarti perdamaian  atau perukunan kembali. Bisa juga diartikan perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula. Atau bisa juga berarti menyelesaikan perbedaan. Hal itulah yang sebenarnya ditunggu oleh banyak pihak jika dihubungkan dengan klub sepak bola kebanggaan warga Malang Raya, Arema Indonesia yang kin telah terpecah menjadi dua  yakni Arema Indonesia yang berlaga di ISL dan Arema Indonesia yang berlaga di IPL.

Berdasarkan pengakuan Abriadi Muhara, mantan Ketua Panpel Arema ISL, carut marutnya Arema Indonesia dimulai pada masa 2009 dengan niatan PT Bentoel untuk melepaskan
penguasaan dan pengelolaannya terhadap Arema kepada Masyarakat Malang Raya,
dengan memberikan hibah modal sebesar Rp 7,5 miliar. “Pelepasan itu difasilitasi dan dimediasi oleh Badan Liga Indonesia cq PT Liga Indonesia. Setelah itu tersusunlah struktur Yayasan Arema dan struktur PT Arema Indonesia yang mengelola club Arema Indonesia,” papar Abriadi yang saat ini merupakan Ketua Panpel Arema IPL keapada beritajatim.com.

Menurut Abriadi, pada dasarnya pengurus Yayasan dan pengurus PT.Arema Indonesia adalah bersifat transisional, mengingat Club Arema kedepan membutuhkan pemangku club yang benar-benar kuat dalam segi finasial seperti saat PT Bentoel mengelola Arema. “Namun pada waktu transisi tersebut, belum ada pihak yang bersedia bertindak sebagai Investor atau Penyandang Dana penuh terhadap Club Arema,” tutunya.

Sehingga, sambung Abriadi, yang ada hanyalal sponsorship dari kelompok usaha Bakrie melalui Ijen Nirwana dan Surabaya Post yang menjadi sponsorship Arema selama dua musim kompetisi
2010/2012. Disamping ada sponsorship lain seperti Honda, Axis dan sponsor-sponsor lainnya.

Meski demikian, pada kenyataannya kombinasi pendapatan tiket dan sponsorship Arema Indonesia untuk dua musim tersebut masih belum mampu mengcover semua kebutuhan Club Arema dalam mengikuti kompetisi ISL. “Beruntung saja, saat itu Arema mendapat dukungan secara tidak langsung dari Aremania. Sehingga Arema Indonesia mampu menjuarai Liga Super yaitu Juara ISL 2010 dan Runner Up 2011,” tegas pria asal Makassar ini.

Abriadi menjelaskan, bersamaan dengan drama kolosal pergantian Nurhin Halid ke Djohar Arifin sebagai Ketua PSSI, embrio perpecahan juga terjadi didalam tubuh Yayasan Arema dan PT Arema Indonesia, yaitu dengan mundurnya beberapa pengurus Yayasan Arema yakni Pembina Yayasan Darjoto, Sekretaris Mujiono Mujito dan Bendahara Rendra Kresna). “Bahkan pada saat itu Direksi PT.Arema Indonesia Pak Gunadi Handoko juga mengundrukan diri. Begitu juga dengan non aktifnya direktur Bisnis Siti Nurzanah,” jelas Abriadi.

“Keadaan itu menimbulkan kekosongan kepengurusan, dan pengurus Yayasan yang tersisa adalah HM Nur yang ternyata bisa melanglang buana kemana-mana  termasuk ke PSSI Djohar dengan mengatas namakan Arema,” imbuh Abriadi.

Kehadiram HM Nur mendapat dukungan dari Lucky AZ yang mengatasnamakan Pendiri Yayasan dan PT Arema. Alhasil, kerja kombinasi HM Nur, Siti Nurzanah dan Lucky AZ berhasil memikat Investasi ANCORA Inc dalam tubuh Arema Indonesia. “Itulah awal adanya tim Arema Indonesia diakomodasi PSSI Djohar Arifin sebagai peserta kompetisi IPL yang dianggapnya legal dan mengilegalkan kompetisi ISL,” ucapnya.

Masih kata Abriadi, meski mendapat tempat di hati PSSI, Lucky AZ dan HM.Nur seolah tidak peduli bahwa ‘claim’penguasaannya terhadap Arema Indonesia secara umum tidak disertai dengan Aquit Ad De charge atau Pemberesan dan Perhitungan dengan sebagaimana mestinya dengan para ‘mantan’ pengurus Yasayan lainnya seperti Rendra Kresna dan Bambang Winarno. “seolah  yang satu dianggap tidak ada oleh yang lain, alias masa bodoh dengan kebersamaan. Memang terasa sekali aroma pertarungan eks Pengurus Yayasan Arema yang lama ini,” kata pria yang pernah menjabat sebagai asisten manajer Persela Lamongan ini.

Dengan kondisi itulah, lanjut Abriadi, dengan secara terbuka Rendra Kresna dan Bambang Winarno juga melakukan Restorasi terhadap Yayasan dan PT Arema yang berlawanan atau tidak
sama dengan basic legal dan langkah-langkah HM Nur terhadap Arema Indonesia. “Belakangan Rendra Kresna dan Bambang Winarno juga merestorasi Yayasan Arema Indonesia dan PT Arema Indonesia, yang pada akhirnya diakomodasi PT LI untuk menjadi club peserta kompetisi ISL 2011/2012,” tuturnya.

Sejak saat itu muncullah ‘Dualisme Arema Indonesia’, yang satu Arema Indonesia yang berlaga di kompetisi ISL yang berafiliasi kepada KPSI dimana model pembiayaan Club masih seperti masa 2010/2011, yaitu mengandalkan Pendapatan Tiket dan Sponsorship yakni Ijen Nirwana dan Surabaya Post, serta Honda. Sementara di sisi lain, Arema Indonesia yang berlaga di kompetisi IPL yang berafiliasi dengan PSSI Djohar Arifin, dimana model pembiayaan Club sepenuhnya ditanggung oleh Investor Ancora Inc. (num)


1 komentar: