Selasa, 30 Oktober 2012

Inilah Tiga Strategi Cerdas Bagi Pemilih Muda



Inilah Tiga Strategi Cerdas Bagi Pemilih Muda

Pemilihan Walikota Malang, Pemilihan Gubernur Jawa Timur dan Pilpres akan digelar mulai 2013 mendatang. Pemilih muda tentunya harus mempunyai strategi cerdas untuk menentukan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin.

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya Muhtar Haboddin membagikan tiga strategi cerdas kepada sejumlah pemilih muda yang hadir dalam seminar bertajuk ‘Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum’ di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya, Selasa (30/10/2012). Ia berpesan agar pemilih muda harus mampu mempunyai pemikiran kritis dan tidak menggadaikan hidup lima tahun ke depan kepada pemimpin yang tidak mempunyai komitmen untuk mengayomi masyarakat.

Strategi yang pertama adalah mengetahui program dan figur dari para calon. Menurut Muhtar Haboddin, seorang politisi yang mencalonkan diri diharuskan mempunyai program yang bisa menyentuh para pemilih. Sedangkan sosok figure adalah sosok yang memang dipandang lebih mampu mengunggulkan seorang politisi dibandingkan uang yang banyak. “Jika kita melihat fenomena pemilihan Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu, Fauzi Bowo jelas mempunyai banyak uang. Tapi di balik itu, masyarakat DKI Jakarta lebih memilih Jokowi karena sosok figurnya lebih bisa diterima oleh masyarakat Jakarta,” ujarnya.

Strategi kedua yang perlu dilakukan adalah menjadikan pemilu sebagai arena menghukum politisi atau partai politik. Sebab pemilih pemula dinilai mempunyai kuasa untuk mengangkat dan mendepak politisi dari kursi parlemen dan eksekutif. Cara yang bisa dilakukan yaitu dengan mengalihkan pilihan politik ke figur dan partai yang benar-benar memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat banyak. “Gerakan menggembosi partai Golkar di Sulawesi Selatan pada pemilu 2009 dan gerakan menghukum PDIP sebagai partainya ‘wong cilik’ pada pemilu 2004 dan 2009 merupakan bukti bagaimana pemilih menghukum politisi dan partai politik,” bebernya.

Untuk itu, lanjut Muhtar, pemilih bisa menggunakan pemilu 2014 sebagai waktu yang paling tepat untuk menghukum partai dan politisinya yang selama ini bermain-main dengan nasib rakyat. “Jadi jangan sampai ada pemilih yang memilih untuk golput atau tidak memilih,” imbuhnya.

Strategi terakhir, masih kata Muhtar, adalah gerakan atau kampanye anti politisi busuk pada pemilu 2014. Hal hal tersebut penting karena gerakan politisi busuk amat relevan dalam sistem pemilu yang berorientasi pada kandidat yang memperoleh suara terbanyak. Untuk itu, Muhtar menyarankan agar masyarakat mampu membuat daftar para politisi yang mempunyai track record buruk, seperti politisi yang pernah tersangkut masalah korupsi dan pelanggaran HAM. “Dengan mengerti track record politisi, masyarakat bisa lebih berhati-hati dalam memilih calon pemimpin,” ujarnya.

Ia menambahkan, seorang politisi atau parpol yang mempunyai track record buruk di masa lalu, tidak perlu dipilih lagi meskipun mereka mencalonkan diri. Sebab apa yang diberikan kepada masyrakat dimasa lalu berpengaruh besar terhadap pemilihannya dalam pemilu nanti. “Jadi bagi politisi yang selama ini tidak bisa mengabdikan diri pada masyarakat tidak usah dipilih,” tegas Muhtar.

Sementara itu, Komisioner KPU pusat, Sigit Pamungkas mengungkapkan jika partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum saat ini masih rendah. Hal itu disebabkan oleh sempitnya pemikiran terhadap lingkup partisipasi itu sendiri. “Masyarakat seharusnya bisa berpartisipasi dalam pemilu melalui beberapa bentuk, yaitu keterlibatan dalam tahapan pemilu, sosialisasi pemilu dan pendidikan politik bagi pemilih, survey atau jajak pendapat tentang pemilu, penghitungan cepat pemilu, dan pemantauan,” pungkasnya. (num)

jangan gadaikan nasib kita lima tahun mendatang demi sesuatu yang tak pasti, apalagi demi uang....No golput, but choose the right choice...fighting!!!! ^_^

Senin, 22 Oktober 2012


Menembus Lorong Waktu di Museum Malang Tempo Dulu

 Tak kenal berarti tak sayang. Istilah itulah yang tampaknya melatarbelakangi sejarahwan asal Malang sekaligus pemilik Yayasan Inggil Dwi Cahyono untuk memprakarsai pembuatan museum baru bertajuk Museum Malang Tempo Dulu. Jika kita mengetahui sejarah dan mengenal Malang, maka tak mungkin kita akan mencintai Malang.  
 Berbeda dengan museum pada umumnya. Konsep museum tersebut tampak berbeda karena dilengkapi dengan miniatur kehidupan pra sejarah yakni sejak 1 juta 500 tahun yang lalu, masa kerajaan sebelum berdirinya pemerintahan di Malang hingga miniature Malang Tempo Dulu. Menariknya, museum yang terletak di Jalan Gajahmada nomor 2 Kota Malang ini disusun sedemikian rupa, hingga pengunjung merasa seperti berada di lorong waktu. museum tersebut memiliki 20 ruangan yang masing-masing ruangannya mewakili setiap sejarah yang telah dilalui Malang.

Menurut Dwi Cahyono, warga Malang maupun warga luar Malang saat ini lebih memilih mengunjungi mall dibandingkan mengunjungi museum. Pasalnya konsep museum yang ada hanya tampak seperti kumpulan benda antic, namun tak memberikan hiburan secara artistic. Untuk itu, ia membuat Museum Malang Tempo Dulu yang tak hanya menjadi salah satu alternative lokasi wisata baru di Kota Malang, namun juga memberikan pembelajaran kepada generasi muda. “Harus ada konsep museum baru yang bisa menarik minat masyarakat khususnya anak muda untuk mempelajari sejarah Malang. Itulah yang membuat kita cinta Malang,” kata Dwi Cahyono saat ditemui usai peresmian musem MTD ini, Senin (22/10/2012).

Untuk membuat museum MTD, tentunya bukan hal yang mudah bagi Dwi Cahyono. Pasalnya, ia harus menyisir tempat-tempat bersejarah di Malang raya untuk bisa mendapatkan benda-benda bersejarah yang kini terpajang rapi di museumnya. Bahkan, ia membutuhkan waktu enam tahun untuk bisa merealisasikan museum ini. “Memang paling sulit adalah untuk mencari data. Saya harus menelusuri tempat maupun pelaku sejarah untuk mencari dan mengumpulkan data, foto, film serta benda bersejarah tentang sejarah Malang,” ujarnya.

Tak hanya tenaga, biaya yang dibutuhkan pun tak sedikit. Menurut pengakuan Dwi Cahyono, ia harus merogoh kocek sekitar Rp 1,5 miliar untuk merealisasikan museum tersebut. “Kalau soal biaya memang cukup besar, tetapi yang penting ini bisa menjadi asset penting Malang. Sebagai tempat yang memang benar-benar menggambarkan Malang,” tukas dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Kota Malang, Ida Ayu Made Wahyuni mengungkapkan jika Kota Malang menyatakan sangat beruntung telah memiliki satu museum lagi untuk bisa menjadi daya tarik wisata Kota Malang. Dengan adanya museum Malang Tempo Dulu ini, praktis Malang memiliki empat museum, yakni Museum Brawijaya, Museum Empu Purwa, Museum Bentoel, dan Museum Malang Tempo Dulu.

“Semoga dengan keberadaan Museum Malang Tempo Dulu maka daya tarik wisata Kota Malang untuk wisatawan lokal maupun manca Negara. Malang beruntung bisa punya orang seperti Dwi Cahyono,” tutur Ida Ayu.

Hal serupa juga diunhkapkan oleh Kepala Badan Pelestarian Benda Pusaka Indonesia, Eka
Budianta. Ia memberikan apresiasi tinggi terhadap MMTD sebagai hasil karya Dwi Cahyono. Ia mengatakan bahwa di MMTD ini tak hanya menyediakan informasi tentang pra sejarah, sejarah, maupun arkelologi Kota Malang, namun juga ilmu panteologi yang membuat Museum Malang Tempo Doeloe menjadi lengkap. “Museum dengan konsep seperti ini merupakan yang pertama di Indonesia. Sangat bagus dan saya bangga,” pungkasnya. (num)

Selasa, 16 Oktober 2012



Arema...kata yang tak akan pernah lepas dari warga Malang, khususnya pecinta sepak bola
Dahulu, saya memang Aremanita yakni sebutan bagi wanita warga Malang pecinta bola..hehe..
Sepak bola dulu memang selalu menjadi pilihan utama bagi mereka pecinta bola untuk menghibur diri dari rutinitas. Tak hanya itu, sepakbola juga bisa menjadi alat pemersatu. Namun kini kondisinya berbeda, sepak bola Indonesia justru terpecah belah. Induk sepak bola Indonesia atau PSSI punya tandingan yakni KPSI. Saya tak perlu menjelaskan mengapa perpecahan itu terjadi, karena pasti sudah banyak media massa yang menulis tentang hal ini. Sebagai pecinta sepak bola, dulu memang saya suporter. Namun setelah menjadi wartawan, kini meski baru sedikit, saya tahu mengenai 'isi' kebobrokan sistem sepak bola di Indonesia. Bukannya bermaksud meruntuhkan ego saya sebagai seorang suporter, tetapi profesi yang saya jalani saat ini memang menuntut saya untuk netral menyikapi dualisme.

Dualisme yang terjadi di tubuh induk sepak bola Indonesia, ternyata juga berimbas pada sejumlah klub-klub besar, tak terkecuali Arema Indonesia. Ada tim Arema Indonesia yang memilih mengikuti kompetisi Indonesia Super League (ISL) binaan KPSI, di sisi lain ada tim Arema Indonesia yang memilih berkompetisi di Indonesia Premier League (IPL) binaan PSSI.

Saya akan membagi sepenggal dari tulisan mengenai mengapa Arema Indonesia akhirnya terpecah....Tidak bermaksud memihak siapapun, namun tulisan ini berdasarkan hasil sharing saya dengan Abriadi Muhara yang notabennya merupakan mantan bagian dari manajemen Arema ISL yang kini menjadi bagian dari manajemen Arema IPL.

Inilah Kisah Awal Mengapa Arema Terpecah

Kata rekonsiliasi dalam kamus bahasa Indonesia berarti perdamaian  atau perukunan kembali. Bisa juga diartikan perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula. Atau bisa juga berarti menyelesaikan perbedaan. Hal itulah yang sebenarnya ditunggu oleh banyak pihak jika dihubungkan dengan klub sepak bola kebanggaan warga Malang Raya, Arema Indonesia yang kin telah terpecah menjadi dua  yakni Arema Indonesia yang berlaga di ISL dan Arema Indonesia yang berlaga di IPL.

Berdasarkan pengakuan Abriadi Muhara, mantan Ketua Panpel Arema ISL, carut marutnya Arema Indonesia dimulai pada masa 2009 dengan niatan PT Bentoel untuk melepaskan
penguasaan dan pengelolaannya terhadap Arema kepada Masyarakat Malang Raya,
dengan memberikan hibah modal sebesar Rp 7,5 miliar. “Pelepasan itu difasilitasi dan dimediasi oleh Badan Liga Indonesia cq PT Liga Indonesia. Setelah itu tersusunlah struktur Yayasan Arema dan struktur PT Arema Indonesia yang mengelola club Arema Indonesia,” papar Abriadi yang saat ini merupakan Ketua Panpel Arema IPL keapada beritajatim.com.

Menurut Abriadi, pada dasarnya pengurus Yayasan dan pengurus PT.Arema Indonesia adalah bersifat transisional, mengingat Club Arema kedepan membutuhkan pemangku club yang benar-benar kuat dalam segi finasial seperti saat PT Bentoel mengelola Arema. “Namun pada waktu transisi tersebut, belum ada pihak yang bersedia bertindak sebagai Investor atau Penyandang Dana penuh terhadap Club Arema,” tutunya.

Sehingga, sambung Abriadi, yang ada hanyalal sponsorship dari kelompok usaha Bakrie melalui Ijen Nirwana dan Surabaya Post yang menjadi sponsorship Arema selama dua musim kompetisi
2010/2012. Disamping ada sponsorship lain seperti Honda, Axis dan sponsor-sponsor lainnya.

Meski demikian, pada kenyataannya kombinasi pendapatan tiket dan sponsorship Arema Indonesia untuk dua musim tersebut masih belum mampu mengcover semua kebutuhan Club Arema dalam mengikuti kompetisi ISL. “Beruntung saja, saat itu Arema mendapat dukungan secara tidak langsung dari Aremania. Sehingga Arema Indonesia mampu menjuarai Liga Super yaitu Juara ISL 2010 dan Runner Up 2011,” tegas pria asal Makassar ini.

Abriadi menjelaskan, bersamaan dengan drama kolosal pergantian Nurhin Halid ke Djohar Arifin sebagai Ketua PSSI, embrio perpecahan juga terjadi didalam tubuh Yayasan Arema dan PT Arema Indonesia, yaitu dengan mundurnya beberapa pengurus Yayasan Arema yakni Pembina Yayasan Darjoto, Sekretaris Mujiono Mujito dan Bendahara Rendra Kresna). “Bahkan pada saat itu Direksi PT.Arema Indonesia Pak Gunadi Handoko juga mengundrukan diri. Begitu juga dengan non aktifnya direktur Bisnis Siti Nurzanah,” jelas Abriadi.

“Keadaan itu menimbulkan kekosongan kepengurusan, dan pengurus Yayasan yang tersisa adalah HM Nur yang ternyata bisa melanglang buana kemana-mana  termasuk ke PSSI Djohar dengan mengatas namakan Arema,” imbuh Abriadi.

Kehadiram HM Nur mendapat dukungan dari Lucky AZ yang mengatasnamakan Pendiri Yayasan dan PT Arema. Alhasil, kerja kombinasi HM Nur, Siti Nurzanah dan Lucky AZ berhasil memikat Investasi ANCORA Inc dalam tubuh Arema Indonesia. “Itulah awal adanya tim Arema Indonesia diakomodasi PSSI Djohar Arifin sebagai peserta kompetisi IPL yang dianggapnya legal dan mengilegalkan kompetisi ISL,” ucapnya.

Masih kata Abriadi, meski mendapat tempat di hati PSSI, Lucky AZ dan HM.Nur seolah tidak peduli bahwa ‘claim’penguasaannya terhadap Arema Indonesia secara umum tidak disertai dengan Aquit Ad De charge atau Pemberesan dan Perhitungan dengan sebagaimana mestinya dengan para ‘mantan’ pengurus Yasayan lainnya seperti Rendra Kresna dan Bambang Winarno. “seolah  yang satu dianggap tidak ada oleh yang lain, alias masa bodoh dengan kebersamaan. Memang terasa sekali aroma pertarungan eks Pengurus Yayasan Arema yang lama ini,” kata pria yang pernah menjabat sebagai asisten manajer Persela Lamongan ini.

Dengan kondisi itulah, lanjut Abriadi, dengan secara terbuka Rendra Kresna dan Bambang Winarno juga melakukan Restorasi terhadap Yayasan dan PT Arema yang berlawanan atau tidak
sama dengan basic legal dan langkah-langkah HM Nur terhadap Arema Indonesia. “Belakangan Rendra Kresna dan Bambang Winarno juga merestorasi Yayasan Arema Indonesia dan PT Arema Indonesia, yang pada akhirnya diakomodasi PT LI untuk menjadi club peserta kompetisi ISL 2011/2012,” tuturnya.

Sejak saat itu muncullah ‘Dualisme Arema Indonesia’, yang satu Arema Indonesia yang berlaga di kompetisi ISL yang berafiliasi kepada KPSI dimana model pembiayaan Club masih seperti masa 2010/2011, yaitu mengandalkan Pendapatan Tiket dan Sponsorship yakni Ijen Nirwana dan Surabaya Post, serta Honda. Sementara di sisi lain, Arema Indonesia yang berlaga di kompetisi IPL yang berafiliasi dengan PSSI Djohar Arifin, dimana model pembiayaan Club sepenuhnya ditanggung oleh Investor Ancora Inc. (num)


Minggu, 14 Oktober 2012

New Personal Branding

This is my new personal branding...
During this time, I usually use facebook, twitter or my website work to express my world and obsession. Now, I have this blog. Not only to fulfill my lecture's assigment, but also be the new media for studying, especially about writing and sharing.
 

Let me introduce my self..
My name is Hanum Oktavia Rosyidah. I'm a journalist in Malang an Batu City. I've been became the journalist since the end of 2009 in one of news paper at Surabaya. But, at the middle of 2010, I moved on and be the crew at one of radio in Malang city. Now, I'm working as a reporter in inline news. Be the journalist make me know many things and have many friends. Besides that, everyday I learn about how to write and write. I know, I'll not to be the journalist in all of my life. But I hope, this profession can give me something useful at the future.